CIREBONPOST — Cirebon – Batik Cirebon menjadi bukti sejarah asimilasi budaya sejak abad ke-15, terutama melalui dua motif ikonik, mega mendung dan burung hong. Keduanya merekam pengaruh kebudayaan Tiongkok yang berpadu dengan tradisi lokal.
Mengutip dari berbagai sumber, motif mega mendung mulai ada di Cirebon pada abad ke-15 saat Kerajaan Cirebon berkembang. Motif ini memiliki bentuk seperti awan tebal dengan warna yang bertingkat.
Dalam budaya Tiongkok, awan ini melambangkan langit atau dunia spiritual. Sedangkan dalam tradisi Jawa-Cirebon, motif ini berarti perlindungan dan harapan akan turunnya hujan yang membuat tanah menjadi subur.
Pada awalnya, warna utama motif mega mendung adalah biru dan merah, yang menggambarkan sifat masyarakat pesisir yang terus terang. Gradasi warna biru dari muda ke tua melambangkan harapan akan kehidupan yang cerah, sementara awan gelap menggambarkan hujan yang membawa kesuburan.
Seiring berjalannya waktu, motif mega mendung berkembang dengan berbagai warna dan digabungkan dengan unsur lain seperti bunga atau hewan. Motif ini bahkan diajukan ke UNESCO sebagai warisan budaya dunia dan pernah ditampilkan dalam buku Batik Design karya Pepin van Roojen.
Percampuran Budaya Tiongkok
Motif burung hong dalam batik Cirebon berasal dari percampuran budaya Tiongkok. Dalam mitologi Tiongkok, burung hong (feniks) melambangkan keanggunan, keberuntungan, dan keabadian.
Motif ini memiliki ciri khas berupa gambar burung dengan sayap dan ekor yang indah dan penuh detail. Motif ini masuk ke Cirebon karena kedatangan orang-orang Tiongkok melalui jalur perdagangan.
Cirebon sebagai kota pelabuhan menjadi tempat bertemunya berbagai budaya seperti Jawa, Sunda, Arab, dan Tiongkok. Motif mega mendung dan burung hong bukan hanya sebagai hiasan kain, tetapi juga mencatat sejarah hubungan antar bangsa.
Pada masa sekarang, motif mega mendung semakin dikenal di dunia internasional. Sementara itu, motif burung hong tetap menjadi bagian penting dalam batik Cirebon dengan berbagai pembaruan dalam desain dan warna.